Singgah pada Biru

Agustus ditandai dengan lahirnya anakku yang keempat, Biru pada Januari. Biru pada Januari ini merupakan salah satu finalis dari lomba 100% Roman Indonesia GagasMedia. Drafnya sendiri aku tulis awal 2010. Jadi ya hitung-hitung sendiri aja berapa lama butuh waktu untuk diterbitkannya.

Cerita Biru pada Januari beda dengan novelku yang sebelumnya, Bittersweet Love. Kalau Bittersweet Love itu sangat remaja banget. Ini agak hmm dewasa sih. Ceritanya juga bukan cerita yang dialami remaja.

Garis besar dari kisah di novel ini adalah tentang dua orang yang sudah lama berhubungan, eh kemudian muncul deh orang-orang dari masa lalu mereka. Gimana tuh ya, selanjutnya? Baca aja sendiri ya. Biru pada Januari sudah ada di toko-toko buku seluruh Indonesia dengan harga Rp. 47.000,-.

September ditandai dengan rencana rilis antologi cerita Singgah yang tertunda. Singgah akan jadi antologi cerpen yang pertama kuikuti dan antologi kedua di mana aku menjadi kontributor setelah The Coffee Shop Chronicles.

Antologi ini berawa dari sayembara di linimasa twitter. Cerpen ‘Memancing Bintang’ ditulis di lima jam terakhir sebelum batas akhir pengumpulan. Nulisnya sendiri kira-kira butuh sekitar tiga jam. Lumayan cepat dengan ide yang datang mendadak.

Memancing Bintang, berlatar di dermaga sebuah pelabuhan. Memang antologi ini mensyaratkan jika latar cerita yang dipakai harus satu dari empat tempat persinggahan, yaitu: stasiun, bandara, terminal, dan pelabuhan. Di akhir-akhir sayembara, Jia, koordinator sayembara mengumumkan jika masih sedikit cerita dengan latar terminal dan pelabuhan. Akhirnya kupilih latar pelabuhan karena aku sudah hapal dan bolak-balik Pelabuhan Merak-Bakauheni.

Hal yang menarik perhatianku dari Pelabuhan Merak-Bakauheni adalah para pemancing yang senantiasa ada jam berapapun aku menyebrang lewat pelabuhan tersebut. Yup, inilah yang aku angkat dalam cerpen ‘Memancing Bintang’. Ilustrasi cerpen Memancing Bintang yang keren banget ini dibuat oleh Hafidh Idris (@godhfd), yang juga membuat desain sampul dan seluruh ilustrasi cerita dalam antologi ini.

image

Selain cerita pendekku, antologi Singgah juga menyertakan banyak nama lain seperti Yuska Vonita (@yuska77), Jia Effendie (@JiaEffendie), Bernard Batubara (@benzbara_), Anggun Prameswari (@mbakanggun), Taufan Gio (@duabadai), dan lain-lain. Semua tulisan di Singgah punya kekhasan dan keunikan masing-masing.

Membaca Singgah akan membawa memorimu pulang lewat tempat persinggahan yang sering kamu lewati. Pulang kepada rindu.

Cerita tentang pertemuan dan perpisahan, juga tentang orang-orang yang menanam kakinya di tempat persinggahan itu, mereka berbagi luka dan cinta. Diam-diam mereka memendam rindu. Tempat yang selalu hingar bingar, tetapi juga melesapkan sepi yang menggerogoti jiwa. Tanpa suara.

Seorang lelaki menyusuri kembali jejak-jejak kekasihnya yang hilanh ke sebuah dermaga, lelaki lainnya memancing bintang. Di stasiun, pak tua berpeci lusuh duduk menanti mataharinya setiap dini hari. Di bandara koper-koper tertukar, dan ada cinta yang menemukan pelabuhannya. Sementara di terminal, kopi membakar lidah dan hati.

Singgah saat ini belum terbit. Nanti kalau sudah terbit akan segera diberitahu. 🙂

Bogor, 25 9 2012

2 pemikiran pada “Singgah pada Biru

  1. Aditia, penasaran bngt nih sama ending novel km yg Biru pada Januari, barusan baca tpi msih bngung sama endingnya, Mayra akhrnya mninggal ya ? klau iya,brrti endingnya ckup sedih…
    novel nya bgus bgt, recomended

Tinggalkan komentar