Hampir

Hampir petang. Hampir hujan. Hampir tiba. Hampir saja jalanan menjadi lancar tanpa kendala. Usai dia memikirkan itu, perlahan seluruh kendaraan berubah merayap. Dia tambah berpikir jika saja, sesuatu dapat menghentikan momen ini, seperti tiba-tiba ada sebuah truk trailer terguling. Dia berandai-andai kalau saja insiden kapal kargo Evergiven di Terusan Suez bisa terjadi di jalan raya ini.

Begitu saja. Sesederhana itu.

(lebih…)

Kismat

Perempuan yang duduk di hadapannya ini selalu bilang tawanya renyah. Segar, bertekstur, dan manis. Juicy, mirip buah pir matang. Pada pertemuan kali ini juga, perempuan itu membawakannya satu buah pir yang pada tangkainya diberi pita keemasan. Yang lain-lain pernah memberinya buku puisi Aan Mansyur, sepatu lari yang teramat nyaman, sampai kue coklat dari bakeri paling trendi di kota. Belum pernah dia mendapatkan pemberian yang seunik ini. 

(lebih…)

Jauh & Luruh

1

Sesak itu menyusup dalam dada. Dia mengerti. Dia menghayati yang penuh dalam dirinya, seolah paru-parunya dihimpit beban. Mengikat dan menyekap. Dia cuma menunduk. Bunyi hujan melindunginya dari hal-hal lain di luar sana. Hanya itu yang mau dia dengar sekarang. Rinai dan gemuruh adalah ungkapan yang paling jujur serta tulus. Dia butuh semua itu saat ini. Sewaktu dia menyadari hatinya yang patah lagi berkali-kali. (lebih…)

Peron

city lights night street
Photo by Justin Hamilton on Pexels.com

Yang mendekatkan kita kurasa saat aku dan kamu bertukar cerita tentang ayah yang mati. Ayahmu mati saat kau remaja. Ayahku mati belum lama. Ayahmu mati karena bertikai. Ayaku mati karena menua dan sudah saatnya pergi. Kamu tidak tahu menit ke menit saat ayahmu sekarat. Aku tahu dan ingat jelas bagaimana pelan-pelan ayahku meregang nyawa.

(lebih…)

Tamak

side view photo of woman in floral dress and sun hat standing in grass field
Photo by Dominika Roseclay on Pexels.com

Astrid,

Banyak yang ingin aku sampaikan kepadamu. Segala hal yang bahkan sulit terwakili oleh kata-kata. Terlalu berat untuk diucapkan. Aku kehabisan cara untuk menunjukkannya kepadamu. Tapi, aku ingin kamu melihat ke dalam mataku, sekali, dua kali, dan berkali-kali. Semua bisa kamu temukan di sana. Semua yang tak bisa mulutku katakan. Semua yang yang tak mungkin genggaman tanganku wakili.

Merindukanmu adalah anugerah. Merindukanmu setiap hari jadi satu-satunya hal yang menjagaku tetap waras. Merindukanmu tanpa pernah bisa menyampaikannya adalah jalan untuk bunuh diri. Aku datang kepadamu karena aku tak bisa menahan lebih lama. Aku rindu mendengar suaramu. Tawamu. Menatap senyummu dan matamu yang berbinar. Aku rindu memelukmu dan menciumi aroma rambutmu. Segalanya Astrid. (lebih…)

Kasmaran

woman sitting on brown wooden box
Photo by Matheus Viana on Pexels.com

Bu, anak gadismu ini sedang kasmaran. Tiap pagi berseri-seri. Setiap hari jadi lebih wangi. Tidak jarang ketahuan senyum-senyum sendiri.

Jarang-jarang aku jatuh hati, Bu. Terlebih kalau perasaan itu mencantol kepada seseorang yang sering hilir mudik di sekitar. Biasanya ada-ada saja dramanya, dari yang jauh entah di mana, yang sudah dicap milik orang lain, sampai figur yang cuma bisa nyala dan nyata dalam angan-angan. Yang kali ini, bisa kutengok sosoknya hampir setiap hari. Dia ke sana kemari, kadang-kadang sambil bernyanyi atau bercanda asik sekali. Sampai-sampai aku hafal caranya tertawa, lenggang jalannya, juga decit sendal jepitnya. Tentu saja itu bikin aku senang. Sayangnya, itu juga jadi masalah, Bu, karena dia ada di dekat aku, sering sejangkauan tangan aku, sering lutut-lutut kami ketemu, atau sekadar jari-jemari saling sentuh sesaat, akibatnya perasaan ini jadi berat, bikin penat.

(lebih…)

Pulang

photo of green leaf potted plants on window and stand
Photo by Daria Shevtsova on Pexels.com

Menyambung dua, ah mungkin tiga atau malah empat tahun yang seperti hilang dari blog ini. Postingan sesingkat ini pastilah tidak cukup untuk menggambarkan bahkan merangkum masa-masa yang terlewatkan tercatat di sini. Mengabaikan blog ini untuk sementara adalah pilihan. Kembali lagi dan mengisi dengan hal-hal yang baru juga pilihan. Akan tetapi, pulang ke sini tidak terasa asing, ada rasa tersambut yang sama yang kutemukan, seperti menemukan rumah yang lama tak disinggahi, yang kini penuh jaring-jaring laba-laba dan lebu yang begitu tebalnya.

Aku kembali lagi. Mungkin tidak akan sama lagi seperti dulu. Bisa jadi isi blog ini akan lebih berupa-rupa, berwarna-warna, bervariasi adanya.

Salam,

Aditia