Alkisah, di negeri kupu-kupu, terdapat distrik yang selalu mati lampu. Penduduknya taat membayar upeti. Bahkan, tak pernah lupa menyetor minyak dan gas bumi pada perusahaan lampu.
Elena, si kutu buku, geram karena setiap malam tak bisa me,baca buku. Ia mengirim surat berisi keluhan ke perusahaan lampu. Namun, surat-suratnya hanya ditanggapi seperti angin lalu.
Ibu kota negeri kupu-kupu nyaris tak pernah tersentuh gelap. Terang benderan dan penuh gedung bertingkat. Indah dan di sanalah perusahaan lampu berada. Elena medatangi tempat itu, lagi-lagi ia tak didengarkan dan dianggap hanya kutu.
Dalam perjalanan pulang ke distrik, Elena melewati sebuah danau. Ketika itu malam sudah turun, tetapi danau itu terang benderang. Ah, baru ia sadar di sana ada berjuta kunang-kunang. Terbang ke sana kemari dan membuat ia takjub sampai tak sadar hampir dini hari.
Elena pun lari hingga distrik. Bersimbah peluh, ia merasakan desakan dalam hatinya untuk menuju perpustakaan distrik. Ia menggedor pintu penjaga perpustakaan yang mengenalnya dan memaksa meminta kunci. Sepanjang hari, Elena membaca puluhan buku dan menulis catatan.
Persetan dengan mati lampu, ujarnya sambil menggertakkan gigi. Aku akan menciptakan energi alternatif!
Setelah seminggu berlalu, dengan catatan dalam beberapa buku, Elena pun maju. Ia memulai eksperimen untuk mencapai tujuannya dengan diam-diam. Elena menyulam jaring raksasa setelah seharian berada di dalam laboratorium kecilnya. Ia lupa makan, lupa merawat diri. Hingga pada suatu hari, Elena akhirnya menemukan formula untuk energi alternatifnya. Ia berlari keliling kampung, memeluk setiap orang, dan makan begitu banyaknya.
Hari itu pun datang ketika Elena harus pergi ke ibu kota. Di dalam ranselnya terlipat jaring besar dan botol-botol formula. Ia sudah kembali cantik dan menawan, meski jauh lebih kurus. Setengah perjalanan, ia bertemu seorang pemuda yang sedang memancing di danau. Pemuda itu bermata biru dan duduk di dekat keranjang ikan. Tak wangi, tapi punya lesung pipi. Melihat Elena yang keberatan dengan ranselnya, pemuda itu langsung menawarkan bantuan. Bersama-sama mereka menuju kota.
Pekerjaan Elena lebih mudah berkat bantuan si pemuda. Mereka memasang jaring di sekitar gedung perusahaan lampu dan ibu kota. Sementara, si pemuda menyelesaikan jaring terakhir, Elena masuk ke kota dan menebar formula. Setelah itu, ia dan si pemuda menunggu sembari menikmati ikan bakar.
Si pemuda bercerita kalau berasal dari kota. Hari ini ulang tahun adik dan ia berjanji membawakan ikan. Namun, karena Elena membuat hatinya berdesir, si pemuda lebih memilih menghabiskan waktu bersama Elena. Siapa tahu lain waktu mereka tak akan berjumpa.
Elena tertegun mendengar apa yang tertutur.
Usai mengisi perut, Elena mengajak si pemuda kembali masuk ke ibukota. Keduanya terpana di gerbang, menatap betapa gemerlap tempat itu. Begitu memesona dan mengagumkan. Elena merasa tersihir oleh apa yang ditangkap matanya. Terlebih, kini ada si pemuda di sampingnya. Tangan mereka saling genggam dengan mata yang berpendar.
Elena meminta si pemuda membantunya mengemas jaring di seluruh penjuru kota. Mereka kembali ke distrik tanpa harus menempuh jalan yang gelap. Sesampainya Elena di distriknya yang mati lampu, ia langsung membuka jaring. Membiarkan seluruh kunang-kunang di dalam jaring untuk terbang dan menerangi seluruh distrik.
Orang-orang pun bersuka cita. Si pemuda jatuh cinta. Ia dan Elena hidup bahagia. Tanpa Elena sadar jika virus yang mengubah manusia menjadi kunang-kunang terus terbang bersama angin. Mungkin, suatu hari akan tiba di distriknya.