Édith Piaf

Akhirnya kau pergi dan aku menemukanmu di mana-mana. Di udara dingin yang menyusup di bawah pintu atau di baris puisi-puisi lama yang diterjemahkan dari bahasa-bahasa jauh.*

**

Ada Edith Piaf malam ini, mengusir lengang dan meredam dengung nyamuk. Lampu putih terang tergantung tepat di atas meja kayu persegi. Tiga mug berbeda corak duduk bersama. Didekap tangan milik tiga orang yang kadang diam, kadang bicara.

(lebih…)

Bebal

“Karena aku melihat masa depan miliknya. Aku bisa merasakan. Aku bisa menggambarkan masa depan kami. Hari-hari keren jika dia memutuskan memilihku.” Pandangan perempuan itu berbinar-binar, padahal hanya mengamati ke sembarang arah. Bahasa wajahnya mengungkapkan seolah-olah dia sedang melihat permata yang tak kasat mata. Istimewa hanya untuknya.

Robi mengernyitkan dahi dan menarik Irish coffee-nya mendekat. “Jadi itu yang selama ini kamu pelajari di sekolah bisnis? Kukira kamu sedang ambil kelas untuk administrasi bisnis. Bukan malah jadi cenayang dan dukun begini.”

(lebih…)

Muse

Muse

(Cammomile and four red berries)

“Masih bolehkah aku menulis untukmu?”

Pertanyaan itu ada pada tulisan yang terakhir. Tulisan yang lahir dari hari-hari kelabu, perjalanan yang terlalu cepat usai, dan pantai yang selalu setia menanti ombak. Perempuan itu duduk di sebelahnya. Di hadapan mereka ada halaman yang lengang. Pepohonan yang tinggi besar, pucuk-pucuknya ditiup angin, dan satu per satu helai daunnya yang kecokelatan lepas, menari bebas.

(lebih…)

One More Light (2)

Tulisan ini terdiri dari tiga bagian. Terinspirasi dari lagu One More Light karya Linkin Park. Tantangan dari Ulfa. Dan ini adalah bagian kedua. Bagian Pertama.

#2

Who cares if one more light goes out?

Malam itu terasa lebih pekat. Gelap yang meresahkan. Kala bulan muda. Yang hanya secarik sabit, yang hanya sekilas hadir dan berlalu. Bintang-bintang bersinar lemah, di belakang lampu jalan yang berderet teratur tapi terangnya tidak seragam. Kadang gemerlapan, seperti yang baru mereka lewati. Seringkali menyorot malas dan lemah kurang daya–tapi di momen itulah Sinar bisa menemukan bintang yang paling terang.

Jalan raya itu tidak sepi. Akan tetapi pendar mata kendaraan yang melintas juga tidak sanggup menembus pekat malam untuk sedikit saja memberi gambaran pantai indah yang ada di sebelah kanan. Dia menatap lewat jendela, berharap bisa mengintip–setidaknya dia punya sesuatu yang bisa dia kenang dari perjalanan ini. Semakin kendaraan itu menempuh jarak, Sinar ikut merunut apa saja yang telah terjadi hari itu. Dia merasa sedih. Mengapa kesempatan ini baru ada ketika semuanya hampir tidak mungkin lagi? Ketika setiap harapan hampir terkikis habis. Sewaktu penghujung sudah di depan mata dan Sinar masih menebak-nebak akan seperti apa. Akankah seperti hujan yang lambat laun menjadi rintik lantas berhenti sama sekali. Atau akan berakhir dengan spektakuler, tragis atau dramatis. Sinar mungkin akan memilih salah satu misalnya seperti jika mobil yang dikendarai Rimba ini tiba-tiba tergelincir, keluar jalur, terlempar, dan mereka dikirim kembali ke laut.

(lebih…)

One More Light (1)

Tulisan ini terdiri dari tiga bagian. Terinspirasi dari lagu One More Light karya Linkin Park. Tantangan dari Ulfa. Dan ini adalah bagian pertamanya.

#1

Just ’cause you can’t see it, doesn’t mean it, isn’t there

Pikirannya tercebur ke laut. Dibawa arus. Sinar mengejar. Kaki dan tangannya mengayuh keras-keras. Ombak bergulung-gulung menghempaskannya. Sinar tidak menyerah. Dia terus berenang, menentang arus, mengabaikan dingin, asin, dan pedih. 

Di atasnya, langit beranjak ungu. Di sekitarnya, lautan kian gelap membiru. Dia mulai kehilangan jejak. Ombak mengacau, menghapus dan menelan apa pun yang berani berpapasan. Satu titik bintang menggantung di angkasa. Dia berhenti bergerak. Mengapung. Memandang. Tak lagi menantang. Sinar mendapatkan sepotong kesadaran. Jika terus melawan, dia akan segera dapat giliran ditelan.

(lebih…)

Maya di Bulan Mei

Seperti Mei yang mendadak basah, Maya menyadari arah kisah ini. Dia selalu ada di setiap perjumpaan mereka. Pertemuan pertama yang sinis. Pertemuan kedua yang lebih aneh. Pertemuan kesekian yang mana lelaki itu terpaksa menerima bantuan perempuan itu mengantarkan ke gedung pertunjukkan. Hampir terlambat latihan. Hujan turun luar biasa deras. Di hari yang kelabu itu, Maya dirundung sendu dan cemburu.

(lebih…)

Jika

Di penghujung, perempuan itu berharap semua akan berjalan sedikit lebih lama. Misalnya, tiba-tiba datang mendung tebal yang tak tertembus atau hujan angin di permukaan yang sulit dilewati. Akan tetapi, matanya menangkap gunung-gunung yang makin besar, kapal-kapal yang tampak jelas, atap-atap rumah yang warna-warni. Denting pengumuman dari awak kabin menegaskan segalanya. Menegakkan sandaran kursi. Menggunakan kembali sabuk pengaman. Melipat meja. Sebentar lagi mereka akan tiba.

(lebih…)