Pulang

photo of green leaf potted plants on window and stand
Photo by Daria Shevtsova on Pexels.com

Menyambung dua, ah mungkin tiga atau malah empat tahun yang seperti hilang dari blog ini. Postingan sesingkat ini pastilah tidak cukup untuk menggambarkan bahkan merangkum masa-masa yang terlewatkan tercatat di sini. Mengabaikan blog ini untuk sementara adalah pilihan. Kembali lagi dan mengisi dengan hal-hal yang baru juga pilihan. Akan tetapi, pulang ke sini tidak terasa asing, ada rasa tersambut yang sama yang kutemukan, seperti menemukan rumah yang lama tak disinggahi, yang kini penuh jaring-jaring laba-laba dan lebu yang begitu tebalnya.

Aku kembali lagi. Mungkin tidak akan sama lagi seperti dulu. Bisa jadi isi blog ini akan lebih berupa-rupa, berwarna-warna, bervariasi adanya.

Salam,

Aditia

Potret

Potret 22 small

Potret adalah cerita bersambung yang kurilis tiap akhir pekan di Storial.co. Awal mulanya hanya iseng. Bahkan bisa dibilang belum ada plotnya, aku hanya tahu bagaimana akhir hubungan Tatyana-Saddam, latar belakang keluarga Saddam, dan kenal baik banget dengan Tatyana. (lebih…)

Sosok ‘Ayah’ dalam Time After Time

Time After Time sudah beredar di toko-toko buku dan online!
Time After Time sudah beredar di toko-toko buku dan online!

Sejujurnya, aku nggak terlalu ingat dari mana karakter ‘Ayah’ ini muncul. Sepertinya sih dari kebutuhan cerita aja, tapi kemudian jadi karakter favoritku dalam novel ini. Plot beliau yang berbohong sampai meninggal kepada anaknya agar anaknya nggak membenci perempuan yang dicintainya–itu bagian paling kusuka dari Time After Time sendiri.

Sebelum-sebelumnya, aku jarang menulis tentang keluarga, terutama hubungan anak dan orangtuanya. Di novel Time After Time, tentu saja karakter ‘Ayah’ atau Dimas sedikit banyak terinspirasi oleh ayahku sendiri. Di salah satu draf awal, Ayah lebih punya banyak adegan daripada versi terbitnya. Ada interaksi-interaksi dengan Lasja sebelum beliau meninggal, kemudian ketika sakit, dan akhirnya meninggal. Bahkan sakitnya beliau juga aku ambil dari sakit yang menimpa ayahku sendiri.  (lebih…)

elevator.

Sebagian perangkat cerita aku pinjam dari anime Code Geass. Bisa dibaca tanpa harus mengerti Code Geass kok dan nggak ada spoiler-nya. Inspirasi ceritanya dari Iif yang nyodorin lagu Elevator-nya Jonghyun buar didengerin. 


Perpisahan itu diawali dengan sebuah ciuman. Milly tahu saat bibir mereka berpisah—tak perlu ada sepatah kata lagi. Kakinya bergerak, dia memutar tubuh, memunggungi lelaki itu. Dia tak mau memandang matanya terlalu lama, atau dia akan tertinggal elevator yang siap membawanya pergi.

Milly melangkah ke dalam lift yang kosong dengan wajah tertunduk. Dia melangkah sampai ke sudut. Kedua matanya terpejam, namun bayangan pertemuan tadi tak mau lesap. Perih itu mengerubungi matanya, mendesak untuk mencurahkan air yang tertahan di sana. Kepalanya tengadah. Dia menelan ludah. Jejak mint dari bibir pria itu masih tersisa di ujung lidah. (lebih…)

Kumpulan Cerita ‘Semoga Hujan Turun Tepat Waktu’

20150929_155104

Semoga Hujan Turun Tepat Waktu yang menjadi judul kumpulan cerita pendek ini merupakan salah satu judul yang ada di dalam bukunya. Aku menulis cerita pendek itu beberapa bulan lalu untuk seorang teman dekat dan sempat menerbitkannya di blog ini. Kisahnya sederhana saja, seorang perempuan yang terjebak di bus dan nyaris terlambat. Di tengah keresahannya ada seorang lelaki yang membawa buket lavendel duduk di sebelahnya dan menanyakan apakah hari itu hujan akan turun.

Cerita tersebut menjadi satu dari 15 cerita yang kupersembahkan dalam buku ini. Dibuka dengan cerita ‘Imajinasi Tanpa Rumina‘ yang belum pernah kurilis di blog ini dan hanya ada di buku utama proyek menulis Kasih Tak Sampai dari Nulisbuku. (lebih…)

Akur kembali dengan naskah yang lama ditinggalkan

Seringkali setelah menyelesaikan satu naskah, masih ada jalan yang panjang untuk diterbitkan. Kadang-kadang harus menunggu hingga beberapa bulan atau tahun. Tidak jarang ketika harus kembali lagi ke naskah untuk proses revisi setelah sekian lama, rasanya sulit sekali akrab lagi.

Bukan hanya jeda ketika menanti naskah diproses menjadi buku, jeda di tengah proses penulisan pun bisa berefek menjauhkan. Sehari menjadi seminggu, seminggu menjadi sebulan, sebulan menjadi tiga bulan, akhirnya setahun naskah itu terkatung-katung tanpa disentuh. Sewaktu harus kembali untuk mengerjakan, ada perasaan canggung, seperti halnya dua teman yang lama tak jumpa. Kehilangan perasaan senasib, sepenanggungan yang dulu dijalani bersama. Kehilangan kesenangan, antusias, dan rasa jatuh cinta pada karakter-karakter serta ceritanya.

Aku sendiri pernah mengalami hal itu, lebih tepatnya sering. Pengalamanku saat mengerjakan novel Time After Time, dari menulis draf satu hingga terbit memakan waktu hampir dua tahun. Di antara jedanya aku sempat mengerjakan naskah-naskah lain dan meski sempat kabur-kabur dari Time After Time, aku selalu mengerahkan diri untuk kembali. Tidak mudah memang mengembalikan momen yang sama ketika mengerjakan di awal-awal setelah lama meninggalkan, tapi kewajiban yang harus dipenuhi membuat aku tidak menyerah untuk mencoba akur kembali. #aseeek (lebih…)

Merayakan #TimeAfterTime bersama Klub Buku SMA N 2 Metro

Pernahkah dalam hidupmu ketika timbul penyesalan dalam mengambil keputusan dan ingin kembali ke masa lalu untuk memperbaiki segala sesuatu agar berjalan lancar seperti yang diinginkan? Lasja mengalami ini. Lasja akan terlempar ke masa lalu yang nantinya akan mengubah tidak hanya jalan hidupnya tapi juga keluarganya.

Cerita dalam novel ini bernuansa kelam. Tentang seseorang yang kehilangan orangtua. Tentang menguak rahasia masa lalu. Tentang melintasi waktu. Akan banyak kejutan-kejutan yang tak terduga di dalam novel ini yang terdiri tiga ruang waktu.

(Review Time After Time dari Luckty Klub Buku SMA N 2 Metro)

time-after-time-rame
foto dari Luckty.

(lebih…)