Sah!

“Sah!”

Suara lantang saksi itu masih terngiang di telingaku hingga kini. Aku mengerjap-kerjapkan mataku, sedikit risih dengan kamarku yang didekorasi sedemikian rupa. Wangi mawar masih tercium semerbak. Aku mengusap wajahku—takut-takut ketika aku mengangkat tanganku dari atas mataku ternyata semua ini hanya mimpi.

Beberapa jam lalu, kamu mengucapkan ijab kabul. Lalu pagi ini aku sudah berstatus sebagai seorang istri. Akan tetapi, aku tetap merasa aku yang kemarin. Tak ada yang berubah—mungkin belum. Oh, tidak, ada yang jelas berubah—sekarang ada kamu di sisiku.

Dengkur halusmu masih terdengar—boro-boro semalam kita menikmati malam pertama. Prosesi pernikahan yang panjang membuat kita terlanjur capek. Malahan sekarang, guling yang ada di pelukanku dan kamu. Ergh, kamu memang susah sekali romantis!

Aku menarik guling di antara jalinan tanganmu, menyingkirkannya ke belakangku.

Matamu terbuka perlahan, “Kamu udah bangun? Mana guling aku?” katamu setengah sadar.

Aku melotot, “Ngapain nyariin guling? Sekarang kamu punya istri!” semprotku.

“Hmm….” Kamu menggeser tubuhmu masih dengan mata terpejam, merangkulku dan menumpangkan kakimu di atas kakimu, “Ya, aku punya istri sekarang…. Selamat pagi, istriku….”

Suara serak khas bangun tidur milikmu itu yang menyapaku barusan membuat dadaku berdesir. Aku benar-benar sudah menjadi istri seseorang sekarang—istrimu. Kini, kamu adalah Tuan Arsitek dan aku adalah Nyonya Pengarang—atau lebih mungkin bisa juga kalau aku dipanggil Nyonya Arsitek (karena aku istri seorang arsitek). Aku tersenyum sambil menatap langit-langit kamarku dan mengelus-elus punggung tanganmu.

“Mereka bilang dramanya akan terjadi seusai pesta…,” ucapku saat teringat banyak cerita dan nasehat pernikahan dari mereka yang sudah menjalani lebih dulu.

“Hmm….”

“Hmm…,” sahutku dengan ekspresi yang sama.

“Berhentilah berdrama sejenak—jangan pikirin kerjaan, kamu punya suami sekarang.”

Senyumku sedikit menyusut—terlalu banyak takut, tidak akan membuat semua lebih baik. Sekarang seharusnya jauh lebih mudah, kita yang dulu sendiri-sendiri—kini akan menghadapi dunia ini bersama. Aku menarik napas panjang. Semua akan baik-baik saja selama kamu ada di sampingku.

“Aku sayang kamu….”

“Hmm… aku juga,” balasmu seraya mengecup pipiku. “Sangat mencintaimu, istriku…,” bisikmu sembari memberikan ciuman lain di sekitar leherku. “Dan… kurasa kamu benar, dramanya memang dimulai seusai pesta,” bilangmu sambil menarik tubuhku mendekat dan menciumku lebih banyak lagi.

Bogor, 26 Januari 2012

8 pemikiran pada “Sah!

Tinggalkan komentar